Agraris.id- Indonesia sedang menghadapi krisis petani muda  yang menjadi perhatian serius di sektor pertanian. Meskipun pertanian menjadi salah satu sektor utama di Indonesia, petani muda di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, seperti keterbatasan akses terhadap modal, teknologi, dan sumber daya manusia yang terampil. Selain itu, jumlah petani berusia tua di Indonesia semakin meningkat, sementara jumlah petani muda semakin berkurang.

Hal ini menunjukkan adanya masalah serius dalam menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian untuk generasi muda.Sebagai sektor strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional dan global, sektor pertanian membutuhkan upaya untuk meningkatkan daya tarik profesi petani dan menciptakan lapangan kerja yang menarik bagi generasi muda di pedesaan.Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani muda dan meningkatkan daya saing sektor pertanian di Indonesia.

Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia terus berkurang meskipun dikenal sebagai negara agraris. Seperti contohnya petani Jawa Barat yang paling banyak berada di rentan usia 45 – 49 tahun yaitu sebanyak 36,30%. Sementara, petani berusia 30 – 44 hanya 24,06%.

Di wawancarai melalui Whatssapps Pancolo Agung yang merupakan Mantan Gubernur BEM FP UNAND menuturkan ” Krisis Regenerasi petani menjadi masalah serius yang tak kunjung usai dari tahun ke tahun, masalah serius ini dipicu akibat banyak anak muda yang tidak ingin bertani, salah satu penyebabnya ialah tidak ada jaminan hidup layak apabila menjadi seorang petani dan banyak anak muda yang menganggap bertani tidak menguntungkan dan tidak membanggakan.” ujar Agung

Penurunan minat generasi muda terhadap sektor pertanian menjadi permasalahan sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam hal kedaulatan pangan, dimana kebutuhan suplai pangan justru akan terus meningkat setiap tahunnya. Pengembangan dapat dilakukan dengan menerapkan kemajuan teknologi untuk keefektifan produksi pangan, dengan tujuan utama adalah ekstensifikasi lahan pertanian.

Kendati, bukan tidak mungkin Indonesia kehilangan julukan negara agraris di masa mendatang. Pasalnya, profesi petani sudah banyak ditinggalkan, khususnya oleh kaum muda. Mereka lebih memilih untuk bekerja di sektor jasa maupun manufaktur.

Rendahnya minat pemuda bekerja di sektor ini pun membuat Indonesia harus puas berada di urutan keenam negara dengan proporsi tenaga kerja pertanian tertinggi di Asia Tenggara.

Menurut ASEAN Statistics Division, proporsi tenaga kerja pertanian di Indonesia sebesar 29,8% pada 2020.  Posisi Indonesia berada di bawah Kamboja dengan proporsi tenaga kerja pertanian sebesar 32.1%. Sedangkan, Myanmar menjadi negara yang memiliki proporsi tenaga kerja pertanian paling tinggi di Asia Tenggara, yakni 48,9%.

Rendahnya minat anak muda terhadap profesi petani salah satunya disebabkan karena adanya disparitas pendapatan antara pekerja di pertanian dan sektor lainnya. Menurut data BPS, upah buruh di sektor pertanian tercatat sebesar Rp1,97 juta per bulan pada Agustus 2021.