Agraris.id, Jakarta – Petani Pisang Berusia 31 Tahun, Huang Ren Yi, memilih meninggalkan bisnis keluarga yang sudah mapan di Johor, Malaysia.
Setelah bertahun-tahun terlibat dalam bisnis cetak foto milik keluarganya, Ren Yi memutuskan untuk beralih profesi menjadi petani pisang di pinggiran Johor. Meski awalnya berniat mengikuti jejak orang tuanya, ia akhirnya memilih jalur yang berbeda.
Alih-alih melanjutkan bisnis keluarga, Huang memilih jalan berbeda, dengan alasan bisnis tersebut sulit untuk dipertahankan. Keputusan ini tidak mudah, namun semangat dan dedikasinya telah membawa Huang meraih kesuksesan.
Kisah Awal Kesuksesan Menjadi Petani Pisang
“Sebelum merintis usaha pisang sendiri, Huang sempat bekerja di koperasi pertanian dan distributor di Malaysia. Kini, Huang berhasil menjadi bos di usahanya sendiri, menanam pisang untuk diekspor ke Singapura. Ia fokus pada pisang Cavendish dan Barangan, dua varietas yang populer di kalangan warga Singapura. Selain pisang, Huang juga menanam kelapa sawit sebagai tanaman sela di lahan seluas 36 hektar.”
Demi Jadi Petani Pisang, Pria ini Rela Tinggalkan Bisnis Keluarganya
Dalam operasional pertaniannya, Huang menggunakan kantong plastik biru untuk membungkus pisang yang matang. Metode berbiaya rendah ini membantunya mengidentifikasi klaster pisang yang siap dipanen.
Metode ini membantu Huang memperkirakan jumlah pisang yang akan dipanen dalam minggu tertentu. ‘Ketika pohon mulai berbunga, kami mengikatkan tali rafia dengan warna berbeda untuk menandai waktu mekarnya bunga, jelas Huang, seperti dikutip dari Mothership. Pohon pisang membutuhkan sekitar 75-80 hari sejak mulai berbunga hingga buah siap dipanen, periode yang sangat krusial bagi perkembangan buah.
Penggunaan kantong plastik biru berfungsi untuk melindungi pisang dari hama dan sinar matahari langsung yang dapat merusak kulit pisang dan mempengaruhi harga jual. Huang sangat memperhatikan kulit pisang yang halus untuk memastikan kualitas produk tetap terjaga.
Kualitas dan Harga Pisang di Pertanian Huang
Setelah dipanen, pisang direndam dalam air lembut untuk menghilangkan getah lengket yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi cokelat saat terkena udara. Proses ini dilakukan di pertanian Huang untuk menjaga kualitas pisang, karena goresan kecil atau perubahan warna dapat mempengaruhi harga jual.
Pada tahun 2023, pisang kelas A dijual seharga S$0,64 (sekitar Rp 7.765) per kilogram, sedangkan pisang kelas B dihargai S$0,44 (Rp 5.338), dan kelas C hanya S$0,12 (Rp 1.456). ‘Pengecer biasanya tidak mempertimbangkan pisang kelas C, yang sering kali ditolak,’ kata Huang. ‘Kami telah banyak berinvestasi dalam menanam tanaman ini, tetapi jika ditolak, berarti tanaman tersebut tidak bernilai.’
Bagi Huang, pekerjaannya memiliki makna yang dalam, karena ia berhasil mengubah lahan kosong menjadi kebun pisang yang buahnya dapat dinikmati oleh banyak orang.
Ags – NK
Related posts
Kategori
- Headline (141)
- Info Agraris (107)
- Litbang (1)
- Tani Muda (2)
- Uncategorized (8)