Agraris.id, Bogor – Meningkatnya jumlah penduduk memicu tantangan serius dalam ketersediaan pangan. Sektor pertanian  nasional dituntut untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik di tengah ancaman perubahan iklim, yang menjadi fokus utama dalam persiapan Indonesia Emas 2045. Inovasi strategis lintas sektor pun diperlukan untuk mempertahankan produksi pangan.

Menurut Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera, ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023: pemulihan dan pembangunan kembali, ekonomi digital, dan keberlanjutan. “Ekonomi kita tumbuh stabil di angka 5%, dan kita sedang mempersiapkan diri menjadi anggota OECD sebagai negara maju,” ujar Dida.

Dida juga menyoroti pentingnya koperasi dalam mendukung sektor pertanian, meskipun pengembangannya masih minim. Ia membandingkan dengan negara seperti Denmark dan Korea Selatan yang sukses membesarkan koperasi menjadi kekuatan ekonomi. “Sektor pertanian seharusnya menjadi yang terdepan dalam pengembangan koperasi di Indonesia,” tambahnya.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Jamhari, mengakui kompleksitas masalah pertanian. Permintaan hasil pertanian yang terus meningkat, ditambah dampak perubahan iklim, menjadikan teknologi pertanian semakin penting. “Posisi petani semakin terhimpit, terutama dalam rantai pasokan yang dikuasai oleh penggilingan besar dan pasar oligopoli,” jelas Jamhari.

Lebih parah lagi, data sensus menunjukkan 48% lahan tani dikelola oleh petani penyakap dengan sistem sewa, bukan oleh pemiliknya. Kondisi ini menambah kesulitan petani kecil, yang tidak memiliki kontrol penuh atas lahan yang mereka garap.

Kerja sama lintas sektor, kebijakan yang tepat, dan penetrasi teknologi pertanian yang lebih luas sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan ini dan menjaga ketahanan pangan Indonesia.

Ags – NK