Penulis: Pancolo Agung Nur Pamuji, Mahasiswa Fakultas Pertanian UNAND

Indonesia lahir dan tumbuh atas dasar kebudayaan, merawat kebudayaan seharusnya menjadi konsen utama generasi muda negeri ini. Bertani bukan hanya sekedar profesi tetapi kebudayaan yang diwariskan oleh para leluhur untuk pewaris, merawat budaya adalah hal yang sangat sulit dipegang oleh para generasi saat ini.

Sikap Hedonisme yang mengakar menjadi momok generasi ini enggan merawat budaya yang telah diwariskan, bertani hal yang dikesampingkan anak muda, generasi ini melihat bahwa bertani itu adalah hal yang kotor dan tidak menjanjikan, tidak ada kepastian, dan banyak konflik di dalamnya.

Hal ini terlihat minimnya generasi ini khusus nya generasi muda yang enggan menjadi petani, kita bisa melihat dari indeks jumlah petani muda yang sangat minim hanya ada 3,95 juta petani muda yang termasuk petani milenial, atau hanya 21,9% dari total keseluruhan petani yang ada di indonesia.

Apakah hal ini di anggap wajar? Ya sangat wajar, karena di mandset generasi muda sektor ini tidak menjanjikan untuk menopang kebutuhan hidupnya. Kalo kita melihat dan berkaca untuk jangka waktu 20-50 tahun kedepan apakah negera ini masih menjadi negara agraris dengan problem generasi mudanya enggan menjadi petani, ya tentu saja ini menjadi penyakit kronis bagi negara ini akan hilang budaya bertani dan mengancam kehidupan bangsa ini.

Petani tua sudah pensiun tetapi generasi selanjutnya enggan melanjutkannya, penurunan minat generasi muda terhadap sektor pertanian menjadi tantangan bagi Indonesia dalam hal merawat kedaulatan pangan, dimana peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya akan mempengaruhi kebutuhan suplai pangannya yang kian meningkat.

Menjadi ironi nantinya ketika negara ini tidak bisa menyediakan kebutuhan pangan rakyatnya dari hasil alam nya sendiri, dan harus bergantung dengan negara lain.

Peran pemerintah dan kesadaran generasi muda harus diterus di tingkatkan, meyakinkan generasi muda untuk bergelut di sektor pertanian menjadi prioritas jangka panjang yang harus tetap dilaksanakan, membuat kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan petani baik dari hulu maupun hilir sektor ini adalah promosi konkrit untuk memajukan sektor pertanian, dan meyakinkan generasi muda bahwa sektor ini menguntungkan dan menjanjikan di masa depan dan masa kini.

Negara ini butuh makan, tidak mungkin kita terus bergantung kepada impor produk pangan sebagai kebutuhan primer negara ini. Pada saat ini saja pemerintah sudah mulai gencar melakukan impor beras ke negara lain. Menurut Abdul (2013) pesoalan terkait beras di idnonesia terus menerus menjadi sebuah dilema dan juga persoalan tersendiri terhadap pola hubungan antara pemerintah dengan petani. Mulai dari permasalah pada petani yang memiliki biaya produksi yang tinggi tidak sesuai dengan harga beli yang dipatok oleh pemerintah melalui bulog. Permasalahan lainnya yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan cuaca yang mengganggu produksi gabah petani, sehingga sangat berpengaruh terhadap stok beras dalam negeri. Sementara permintaan beras di dalam negeri tergolong tinggi sedangkan stok beras terbatas.

Dengan kondisi demikian menjadi hal yang mungkin nantinya tidak ada lagi yang akan menjadi petani,