Setiap 24 September diperingati sebagai hari tani nasional. Karena Indonesia adalah negara agraris, tentu sektor pertanian adalah sektor yang paling disorot hingga saat ini. Tetapi sejauh ini apakah masyarakat Indonesia bisa menikmati hasil pertanian mereka, dan juga apakah masyarakat Indonesia sudah dibantu dengan baik hati pemerintah di sektor pertanian. Banyak jawaban atas pertanyaan di atas karena masyarakat Indonesia yang agraris tentu tidak akan lepas dari masyarakat adat. Adat dan pertanian bergandengan dengan baik karena sektor pertanian membutuhkan lahan tempat dimana mereka menanam.indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman adat istiadat. Begitu juga di sektor pertanian karena tanah pemilik lahan adalah tanah yang dikelola oleh masyarakat setempat dengan aturan adat yang berlaku. Karena hal ini pemerintah tentunya sudah barang mengetahui bahwa masyarakat adat pertanian adalah masyarakat yang memiliki aturan sendiri mengenai lahan. Hal ini yang tidak diketahui banyak pemerintah, karena sebelum hari tani 24 September 2023 ini, banyak kasus yang berurusan dengan lahan pertanian contohnya kasus PSN Air Bangis Kabupaten Pasaman dan Pulau Rempang Batam.

Dari dua kasus ini, kita bisa melihat bahwa, pemerintah masih mengesampingkan nilai-nilai adat terkait pertanian khususnya lahan. Kedua kasus ini yang mencuat sebelum memperingati hari pertanian nasional setiap tanggal 24 September sangat miris. Penulis menanyakan kemana peran pemerintah yang seharusnya melindungi lahan-lahan rakyat tetapi malah mengambil hak rakyat. Hal ini yang menjadi pertanyaan bagi penulis hingga saat ini, kenapa pemerintah malah mengambil hak yang seharusnya milik rakyat dengan dalih mendirikan industri untuk membantu perekonomian rakyat.

Biasanya pemerintah daerah setempat ingin menganti lahan yang dipakai itu dengan uang. Apakah lahan pertanian bisa saja diganti dengan uang? Tentu hal ini masih menjadi pertanyaan karena uang hanya sementara sedangkan lahan tersebut bisa diolah oleh rakyat dan dipakai dalam waktu yang lama. Belum lagi berkaitan dengan adat istiadat setempat, karena banyak tanah di Indonesia adalah tanah ulayat dari nenek moyang mereka. Hal ini yang menjadi permasalahan yang serius bagi mereka yang mengatakan bahwa tanah ulayat ini adalah bualan belaka.

Adat istiadat memiliki marwah tersendiri bagi kaum pengikutnya. Di setiap daerah di Indonesia tentu memiliki aturan masing-masing mengenai aturan lahan untuk masyarakat pengikutnya. Karena hal ini pemerintah harus memahami bahwa tanah adat bukanlah tanah yang bisa diambil dan diganti dengan uang. Karena memiliki sejarah yang panjang di sektor pertanian. Marwah adat dipertanyakan ketika pemerintah mengakuisisi tanah tersebut dari masyarakat.

Penulis bukan tidak menerima industri untuk memajukan perekonomian rakyat. Contohnya saja di kasus PSN Air Bangis Pasaman Barat, banyak pro kontra yang terjadi antara masyarakat disana. Ada yang pro PSN itu berdiri ada yang tidak. Hal ini sungguh disayangkan karena bisa menganggu marwah adat, pemerintah dengan mudah mengadu domba masyarakat disana untuk relokasi tanah PSN Air Bangis ini. Marwah adat yang sejatinya melindungi masyarakat tidak bisa dipakai lagi. Karena dengan sistem ado domba tersebut membuat masyarakat tentunya bertanya apa yang sebenarnya terjadi.

Begitu juga dengan contoh kedua relokasi pulau Rempang yang ada di Batam. Masyarakat di Rempang yang memiliki aturan tersendiri terkait lahan tentunya marah dengan adanya relokasi tersebut. Mereka di Rempang memiliki sejarah yang panjang dan juga memiliki banyak suku-suku yang sudah ada ratusan tahun yang lalu dengan kebudayaan mereka sendiri. Mereka yang lebih dulu ada dibandingkan republik ini dengan seenaknya pemerintah daerah mereka merelokasi lahan mereka. Siapa yang tidak marah apabila ada orang yang merusak tanah leluhur mereka yang penuh sejarah.

Untuk itu pemerintah tentu harus hati-hati mengambil kebijakan khususnya lahan dengan masyarakat adat. Karena di Indonesia dengan berbagai adat istiadat, tradisi, kepercayaan, dan budaya yang berkembang di tengah masyarakat. Masyarakat adat yang tertindas tentunya tidak suka dengan konflik semacam ini. Konflik agraria berkepanjangan yang dibuat oleh pemerintah sendiri tentunya merusak Hari Tani Nasional 24 September 2023 . Apakah masih ada marwah masyarakat adat di Hari Tani Nasional 24 September ini. Coba kita renungkan dan jawab sendiri. Selamat Hari Tani Nasional Yang Ke-63 dengan segala konflik yang ada.

 

Penulis Adalah Abdul Jamil Al Rasyid Lahir di Padang Pariaman, Mahasiswa  Universitas Andalas, Dewan Redaksi Agraris.Id