Agraris.id, JakartaSujarwo, Pengamat Pertanian dari Universitas Brawijaya (UB) Malang mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergeseran penggunaan sumberdaya lahan pertanian. Salah satunya adalah pengalih fungsian lahan pertanian menjadi non pertanian yang berkembang jauh lebih cepat.

“Selama pandemi, sektor lain pertumbuhannya (alih fungsi lahan) negatif dan pertanian tercatat tumbuh positif, tetapi dalam catatan data nasional saat kondisi normal pertumbuhan sektor non-pertanian di atas pertumbuhan pertanian,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (21/6/2023).

Menurut Sujarwo, keuntungan dari segi ekonomi jika lahan pertanian tidak dilindungi justru akan semakin membuat petani merugi. Kondisi tersebut membuat petani sulit untuk mempertahankan lahan untuk produksi, sehingga kecenderungannya akan berpeluang menjual lahannya.

“Dua hal ini mengancam sumberdaya lahan sektor pertanian, disisi lain keuntungan dari produksi di sektor pertanian relatif kecil dan cenderung menurun karena skala ekonomi yang makin sempit dan inefisiensi makin tinggi,” katanya.

Oleh karena itu, kata Sujarwo, nasib pertanian dimasa depan penuh dengan ancaman, sehingga pemerintah bersama masyarakat termasuk perguruan tinggi, harus terus berupaya melakukan inovasi untuk peningkatan profitabilitas usahatani.

“Dalam arti lain, pemerintah, perguruan tinggi, privat sektor dan masyarakat bertanggung jawab bagaimana pertanian nasional ke depan yang lebih baik dan berkelanjutan untuk menjaga kekuatan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan nasional. Dan dengan inilah kelangkaan pangan dapat kita hindari,” jelasnya.

Maka, kata Sujarwo, ia berharap pada pemerintah dapat melakukan penguatan ketahanan, kedaulatan, dan kemandirian pangan dapat diupayakan dengan menjalankan peran optimal dalam penegakan implementasi UU No. 41 Tahun 2009 tentang LP2B terkait adanya reward dan punishment.

“Pemerintah akan memiliki kemampuan lebih baik jika pemerintah mampu memonitor implementasi UU ini. Artinya, pemerintah harus punya database ini, baik dalam database numerik maupun spasial. Dengan era teknologi saat ini, proses bisnis menuju digitalisasi lahan pertanian harus terus digalakkan,” katanya.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) juga mengatakan, pihaknya secara tegas menolak alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan di berbagai daerah.

Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Inspektorat Jenderal (Itjen) terus memperkuat sinergi dan komitmen lintas kementerian atau lembaga hingga aparat hukum guna mencegah dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian. Aparat hukum yang dimaksud, yaitu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH).

“Saya sangat bahagia, karena hari ini, Selasa (7/3/2023) kami sepakat, satu hati untuk tidak main-main dengan alih fungsi lahan,” tegas SYL.

Sumber : Liputan 6 (21/6/2023)